Tuesday, February 28, 2012

Pemakaman Hujan

Pagi bukan alasan untuk tidak menguburkan jasadmu, hujan.
Apakah aku tidak cukup dengan menjadi hanya pelayat biasa bagimu ?
Sebab dalam jejak seberapa jejakmu,
aku selalu menemu sehamparan sajak, kehampaan sejak.
Seolah - olah kau telah lama belajar berjalan melawan mendung,
berintik - rintik serupa sore hari.

Pagi hari ini, hujan, ku kuburkan dingin sendirian.
Aku tahu, dingin itu pasti temanmu.
Sebab dia sering meninggalkan jejak yang sama sepertimu di licin kulitku, di hening sajak - sajakku.
Begitu pun kau tahu, hujan, larik - larik sajakku sering beku dan kelu di dalam dingin.
Hingga pintu - pintu kayu, gerbang buku catatanku suka berdecit setiap ku buka tutup,
setiap hendak kucatatakan perjalanan rerintikmu.

Aku menghadiri pemakamanmu pagi ini, hujan.
Kau disemayamkan di rumpun bunga kali ini, rumpun yang penuh rindang warna.
Tidakkah kau rasakan hujan,
kematian itu indah !
Selalu penuh rima saat kau berjumpa tanah.
O, menghilang gelisah !
Lalu, setelah kuletakan rampai bunga di sebelah batu nisanmu,
aku berdoa semoga selalu cukup waktu bagiku untuk menuliskan riwayatmu.
Menceritakan sajak - sajak baru.

Di pemakamanmu pagi ini, hujan,
serangkai kata basah kuyup kusimpan.

kbm, 280212

2 comments:

Ayu Welirang said...

Ini keren lho Pak Tri! ^^

tri agus wiDodo said...

terimakasih banyak mb' ayu :)
anda jurnalis yaa ? bisa bantu tulisan saya ini agar masuk ke beberapa media kah ?
haha

btw, jangan sapa saya dgn "pak" ya.
saya masih cukup umur untuk dipanggil "mas" :p