Tuesday, December 4, 2012

Danau Yang Tenang

Air tergenang, danau yang tenang
bangau - bangau terbang
kembali pulang nuju sarang
bunga matahari menguncup kembali. seperti sore,
redup bersama rembang hari
yang ingin lekas pergi

Perahu - perahu kayu berarak pulang
menemani awan terbenam
gerimis samar menghilang
rindang pepohonan mulai mengantuk
daunnya bergemerisik, diayun pelan oleh angin sore
dalam lelap, pepohonan mulai mimpi jadi perahu
melayari waktu

air tergenang begitu tenang
dari kedalaman danau, ikan bersenandung syahdu
begitu sendu
Siapa itu berdiri di tepi sore hari ?
seperti hendak mengakrabi kesepian sendiri
datang mencari sisa pelangi
warna yang ditinggal gerimis tadi
namun perlahan bayangannya mengabur
mungkin pergi mencari dasar danau, kesepian paling hijau
meninggalkan air tenang tergenang sendiri, dalam remang matahari

Kbm, 281112

Tuesday, November 6, 2012

Pergi

:inggrid, ashar junandar, hasan aspahani

Singgah di Negeri Ajaib, yang tidak begitu ajaib saat ini
Negeri ini telah lama tak menyulam puisi
Malaikat Kecil kemana pergi ?

Padang Ilalang Belalang, kini tak lagi basah
Embun kata telah lama berhenti jatuh rebah
Belalang hilang, menyusul musim kah ?

Dan kini tak lagi kami temui Sejuta Puisi
Hanya halaman kosong, tempat singgah sepi
Lalu, dimana kami musti pergi memungut arti ?

kbm, 070812

Thursday, September 27, 2012

Kitab Negeri

Kita hanya angka
Huruf - huruf data dalam lembar - lembar buku catatan mereka
Rencana - rencana besar yang selalu nyaris mereka eja dalam ratusan kampanye
Namun sebuah gambar pudar, yang hampir selalu misterius hilang, tenggelam dalam kemenangan. Mengabur seperti kenangan

Di kalimat ke berapa mereka mentasbihkan janji itu ?
Pada halaman ke berapa tertulis cerita - cerita manis itu ?
Sedang pena hitam hanya saksi bisu
Darah kelu kita yang masih saja lengar karena tangis sendu
Maka nikmatilah !
Nikmatilah kolom keberadaan kita saat ini, yang sering teracak di halaman berbeda - beda.
Serta tercampur oleh kepingan - kepingan logam yang mereka kumpulkan dari proyek - proyek elit tanpa asal - usul disana. Rahasia

Sering, kita berharap dapat ditulis dengan tinta merah putih. Sewarna darah dan tulang kita sendiri yang mendidih.
Terbakar terik matahari negeri, yang terlanjur marah kepada penguasa yang lemah.
Terus diam melihat anak - anak kita hitam legam dibawah kolong jalan. Lampu merah
Namun kita telah lupa cara berduka
Sudah terlalu lama
Semenjak warna bendera itu hanya berkibar pada upacara bendera saja
Sebuah merah putih hanya

Kita hanya catatan kaki
Di dalam kitab undang - undang negeri sendiri
Menunggu nasib baik, yang selalu kita percaya dalam sebuah sila
:keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

kbm, 180912

Tuesday, September 18, 2012

Aku Ingin Pulang Bersama Mu

Aku ingin pulang bersamamu saat hujan datang. Lalu akar-akar pohon dibawah kaki kita akan menjadi basah dan lembab. Ceritakanlah padaku, bagaimana kau bermimpi tentang pepohonan dan taman bunga ! Telah lama sepertinya, aku tak pernah merasa bermimpi yang sehidup itu. Karena malam selalu datang tiba-tiba, dan wajah bulan pucat selalu menyergap kereta kuda pembawa dongeng serta mimpi kita. Aku ingin pulang bersamamu saat itu.
*
Jalanan kembali basah dalam hujan. Lembab. Langit menghitam lekat. Sudah sekian bulan berlalu tanpa aku melihat senyum manis mu saat berjalan bersamaku. Hanya jejak sepatu mu yang tersisa, direkam bayangan langkah mu sendiri. Ditemani kabut tipis, cuaca tak bernama yang memanggil manggil nama kita dalam tidurnya.
Aku sendiri berteman bayangan.
Jalanan sepi.
Akar pohon terlelap mimpi.
Aku ingin berjalan pulang bersamamu malam ini.

smg-kbm, 270812

Wednesday, June 13, 2012

Dalam Sedepa Waktu

Apa yang terjadi, mengapa waktu tinggal sedepa ?
Angin begitu renta
Hari beranjak menua

Apa yang akan terjadi dalam waktu yang tinggal sedepa ?
Kenangan akan berlarian
Lukisan lukisan berkejaran
dengan hujan
Bumi hilang perlahan

Waktu benarbenar sudah tinggal sedepa
Malam melarut kabut
Bayang bayang hanyut
Bertemu maut

Kbm, 090512

Pusing

Darimana kau mendapatkan sakit dikepalamu ?
Dari ratusan rak buku ?
Atau angin yang berlalu ?

Gambar yang sering kau pandangi,
yang selalu kau sebut sebagai masa lalu,
tiba-tiba saja menyala, bagai diterangi nyala lentera – lentera dan lelampu yang berkilau kilau
Hingga engkau silau

Di dalam kereta, di sepanjang perjalanan
waktu terus saja bernyanyi
Mungkin ingin menemani setiap penumpang yang mabuk oleh cuaca dan udara
Lalu kita serupa roda, yang mengikuti arah takdir
di atas rel. Berputar begitu saja

Stasiun demi stasiun sudah berlalu
Berlalu begitu saja
Kau dan aku sama serupa pengembara
Tapi kita tak pernah punya waktu untuk bercerita
Sebab masa lalu selalu berhasil menangkap
kita dalam sebuah kereta tua
Dan memerangkap kita kesebuah gambar di dinding senja

Kurasa, lebih baik secepat mungkin kita musti pergi
Sebagai roda, sebagai waktu yang berhenti
Sebab deru angin yang terbawa kereta ini
adalah kata – kataku yang pusing terjebak dinding janji
Setelah ini seorang masinis akan mencoba mencari kita, di sebuah rak buku
Di sebuah stasiun tua, tempat habis usia

Darimana kau dapatkan sakit di kepalamu ?
Di stasiun tua ?
Atau dari dalam gambar yang terang menyala ?

Kbm, 040512

Tuesday, February 28, 2012

Pemakaman Hujan

Pagi bukan alasan untuk tidak menguburkan jasadmu, hujan.
Apakah aku tidak cukup dengan menjadi hanya pelayat biasa bagimu ?
Sebab dalam jejak seberapa jejakmu,
aku selalu menemu sehamparan sajak, kehampaan sejak.
Seolah - olah kau telah lama belajar berjalan melawan mendung,
berintik - rintik serupa sore hari.

Pagi hari ini, hujan, ku kuburkan dingin sendirian.
Aku tahu, dingin itu pasti temanmu.
Sebab dia sering meninggalkan jejak yang sama sepertimu di licin kulitku, di hening sajak - sajakku.
Begitu pun kau tahu, hujan, larik - larik sajakku sering beku dan kelu di dalam dingin.
Hingga pintu - pintu kayu, gerbang buku catatanku suka berdecit setiap ku buka tutup,
setiap hendak kucatatakan perjalanan rerintikmu.

Aku menghadiri pemakamanmu pagi ini, hujan.
Kau disemayamkan di rumpun bunga kali ini, rumpun yang penuh rindang warna.
Tidakkah kau rasakan hujan,
kematian itu indah !
Selalu penuh rima saat kau berjumpa tanah.
O, menghilang gelisah !
Lalu, setelah kuletakan rampai bunga di sebelah batu nisanmu,
aku berdoa semoga selalu cukup waktu bagiku untuk menuliskan riwayatmu.
Menceritakan sajak - sajak baru.

Di pemakamanmu pagi ini, hujan,
serangkai kata basah kuyup kusimpan.

kbm, 280212

Sunday, February 5, 2012

Cintamu Itu

:AFK

Cintamu itu tertanam bersama bunga - bunga yang bermekaran setiap harinya. Ketika hampir layu, kau tumbuhkan lagi kuncup yang baru dengan cintamu, kau tumbuhkan hingga menyala - nyala.

Cintamu itu terbang bersama angin sore yang lembut di pelataran langit senja. Saat matahari berjalan ke barat bersama arak - arakan awan yang menguning, lalu kau menjemput mereka kembali dengan cintamu di keesokan pagi, dengan lembut dan bersahaja.

Cintamu itu menetes bersama kumpulan embun subuh yang sejuk. Ketika seluruh semesta mulai terbangun dari kumpulan mimpinya, kau temani semua dedaun dengan setia. Walau harus jatuh ke tanah, namun cintamu teresap dengan sempurna pada akhirnya.

smg, 040212

Pergilah !

Pergilah !
Pergilah ke puncak menara dan tidurlah
Bila dalam deras sungai itu aku hanyut
Bersama berkarung - karung kenangan dan sekotak rindu

Arus sungai itu menyusuri alur sedemikian panjang
Begitu penuh liku yang menyengsarakan
Lebih jauh...
Lebih jauh...
Hingga aku ( yang tak mahir berenang ini )
Memar merana di sekujur badan

Kau telah tertidur pulas
Dipuncak menara itu, kau membangun sebuah peta
Kota yang baru yang kau singgahi dalam mimpimu
Demikian, sehingga kau mudah datang pergi
ke alam nyata dan mimpi
Sementara aku yang hanyut ini
tak bakal mengerti arah dengan pasti

Dan, telah sejak lama setelah kita berpisah
Kau tertidur bersama peta kota mimpi
Sambil menatapku: tenggelam hanyut sendiri

kbm, 160112

Saturday, January 14, 2012

Aku Ingin Menjadi Sederhana

Aku ingin berada di pucuk ranting tertinggi
dan menjadi sederhana.
Serupa daun kering yang layu.
Sehingga kau, angin, dengan mudah menghembusku
dengan cintamu.
Lalu aku luruh, gugur jatuh.
Terbaring tenang di bawah pohon yang dulu melahirkanku.

Aku ingin berada di ujung lazuardi tertinggi
dan menjadi sederhana.
Serupa awan – awan putih yang berarak.
Sehingga kau, sore, dengan setia menjemputku
dengan cintamu
Lalu aku pergi, ke rembang matahari.
Menemui malam yang akan mengantarkan aku bermimpi.

Smg, 140112