Wednesday, December 28, 2011

Kebencian

Kebencianku padamu bagai lolongan serigala
Lolongan panjang nun parau
Seperti tersedak duri di tenggorokannya
Seperti menelan segumpal ranjau, hingga sengau

Kebencianku padamu tak tertahankan
Namun tak terkatakan
Tak pernah dapat tersampaikan
Walau sudah benar – benar tercerabut seluruh badan

Benci itu – walau berat dan sekarat –,
Benar – benar tak pernah sampai alamat
Harus ku apakan sebongkah benci ini ?
Sebab pagi tak mampu lagi,
Menenggelam – hanyutkan seluruh sampah serapah diri

Kebencianku padamu, kau tau ?
Terasa begitu ngilu
Waktu telah habis,
Mengapa aku tak bisa hanya untuk tertidur ?
Kau tau kan ?
Kita ini satu tubuh satu ruh
Tapi aku benar – benar telah membencimu !

Kbm, 061211

Wednesday, December 14, 2011

Dari Ingar Pasar Itu, Aku Ingin Pergi !

Dingin. Bagai sebuah transaksi,
mataku selalu ingin kubeli sendiri.
Dengan mata uang yang kau kenali.
Nilai tukar yang tak mungkin tertukar lagi.

Seperti hatimu.
Beku.

Dari ingar pasar yang pecah dibalik punggungku,
pagi pecah menjadi beberapa keping recehan.
Malam bising, ribut berkemerincing.
Dan aku sempoyongan saat mencoba
mencari kios yang menjual dan melayani dengan
jujur.
Seperti saudara sekandung sebujur.

Aku tersesat dalam sebuah transaksi.
Begitu kedinginan.

Begitu berisik pasar ini, disibukkan dengan obral
obrolan - obrolan murah.
Dengan rayuan dan tipuan murah.
Dengan matamu yang setiap saat menipu,
atau hatimu yang kau tawarkan, yang asli dan yang
palsu.
Lalu aku segera tahu, bahwa menjadi pembeli
bisa berarti siap merugi !

Dari kedalaman pasar itu aku ingin pergi. Lari !
Dan membeli waktu dengan harga pasti.
Tak seperti senyummu yang dingin pasi.

kbm, 141211

Thursday, December 8, 2011

Angin Dan Layang - Layang

Aku angin dan kau layang – layang
terbangmu berliuk liku di padang ilalang
aku setia menghembusmu dan kau berlarian senang
kadang kau hilang,
kadang tak pulang

Pada suatu sore yang hangat, kau begitu asik terbang
berputar – putar di padang itu, kau riang
tak hirau matahari, atau awan, atau mendung
atau kekicau burung yang terdengar murung

Sore itu aku gelisah
berulang kali berhembus resah
kau terbang begitu jauh
seperti menembus sekumpuluan subuh
lalu aku berlarian mencarimu,
matahari mencarimu,
awan – awan, mendung pula mencarimu
sementara kicau burung memanggil – manggil namamu
kami tak pernah menemu engkau

Aku angin dan kau layang – layang
kau tak pernah tau bagaimana dengan setia aku berhembus
setiup demi setiup
supaya kelak kau kembali pulang
ke padang ilalang

kbm, 061211

Wednesday, December 7, 2011

Rambu - Rambu

Jangan pernah menyeberang, jalan ini begitu ramai !
duduklah saja disitu sambil sesekali boleh juga kau berharap,
bahwa suatu saat nanti jalan ini lengang dan kelak aku akan menyusur menyeberang.

Begitu penuh liku jalanan itu,
penuh kerikil batu.
Betapa lalu lalang serta penuh ilalang !
Oh, bagaimana engkau mampu ?

Hati - hati ! Aku pejalan kaki yang tabah,
dan aku tau bahwa kau selalu hilang arah.
Sebab itu, aku tak terlalu mampu mencintai alamatmu yang sering saja berubah.

Jangan pernah berlari kemari !
Jalanlah pelan perlahan,
ketika kau ternyata tak mengenal rambu - rambu besar yang kupasang dimuka rumahku.
Maka, kau tahu, tanda berhenti itupun selayaknya sudah cukup memberi isyarat yang pasti !

kbm, 071211

Thursday, December 1, 2011

Kalau Aku Boleh Mengingatmu

:mentari apimahabiru

Kalau aku boleh mengingatmu,
aku ingin mengingatmu sebagai mentari
datang dan pergi sepanjang hari
membagi hari menjadi malam dan siang
membagi hati menjadi getir dan sayang

Kalau aku boleh mengingatmu,
aku ingin mengingatmu sebagai api
Mahabiru nyalamu membakar waktu
:ruang yang kau ciptakan dibilik dadaku
merah padam yang tak juga kunjung berhenti

kbm, 011211

Wednesday, November 30, 2011

Sketsa Waktu

(masa lalu: )
Malam adalah sketsa yang akan selalu ditampilkan
walaupun kami benci gelap,
namun tetap saja kami tak boleh mengelak
ini inti cerita, ini lakon yang musti kita rupa
Atau apabila kami sudah mulai takut,
kami pegangan saja pada narasi kami
sumber gerak tubuh kami
tapi, kami harus selalu berhati - hati
tak ingin terjebak dingin narasi basi

Saat adegan hujan ditampilkan
hati - hati kami jaga naskah itu,
naskah narasi itu
kami dekapkan di sebalik baju
agar air hujan tidak sampai melunturkan
apa - apa saja kata yang terketik disana
karena kami tak mau kehilangan satupun tanda baca

Kami jaga narasi sketsa malam itu
sebagai masa lalu
sketsa waktu

(masa ini: )
Kami ulang - ulang apa yang narator pernah ceritakan
kami rupakan kembali narasi untuk sketsa kami sendiri
namun kali ini kami tak terlalu ingin menceritakan tentang malam lagi,
atau dingin, atau hujan lagi,
ada yang lebih menarik dari narasi milik narator kami

Dengan perlahan narator kami mulai menua,
mulai direngkuh usia
dan kami tahu, itulah alasan mengapa saat ini kami mulai menulis - nulis sendiri
Ya! kami mencetak sebuah naskah narasi
sketsa kami sendiri

Dan bukan lagi tugas kami menjaga narasi milik narator kami
tugas kami sekarang adalah menjaga para narator dari sepi
sebelum bertemu mati
sebelum dijemput umur yang uzur

(masa depan: )
Suatu hari,
kami akan mengenang narator kami nanti
mengenang narasi - narasi yang lama
atau menceritakan sketsa - sketsa lama
tentang malam, atau dingin, atau hujan pula
sebagai pengingat tentang awal mula kami
Supaya kami tak pernah lupa siapa dulu kami sebenarnya
Agar kami selalu ingat satu dialog dalam naskah lama kami
:kepada narator kami berjanji
Bahwa kami akan selalu berbagi

kbm, 281111

Saturday, November 19, 2011

Pelajaran Membaca

Aku benar – benar tak pernah bisa menemukan nama dalam wajahmu
Matamu hanya memberi tanda kedip dan kerlip
Begitu penuh sesak pertanyaan dalam mulutku
Yang belum berhasil pula kucatatkan bagimu,
Masih separuh ragu – ragu

Aku benar – benar tak pernah dapat menebak isyarat dalam hatimu
Mulutmu hanya menceritakan beberapa larik tentang hujan
Belum juga reda seluruh mendung gemuruh di wajahmu
Hingga belum berhasil pula kususun pernyataan – pernyataan itu bagimu,
Masih separuh abu – abu

Aku benar – benar kepayahan saat harus membaca berbuku – buku senyummu
Kalimat – kalimat rahasia dalam berlembar – lembar kisah itu

Kbm, 161111

Pelajaran Mengingat

Lampu – lampu kota dan nyala redupnya itu
Mengingatkan aku kepadamu

Etalase toko yang berjajar penuh warna – warni itu
Mengingatkanku padamu

Perjalanan panjang semalam suntuk itu
Mengingatkanku kepadamu

Sepi pagi dan lengang kota ini mengingatkan
Aku padamu

Derik jangkrik dan gerimis kecil itu
Mengingatkan aku padamu

*

Lalu, tiba – tiba kau datang di dalam sebuah lagu
Yang biasa ku dengarkan tiap malam menjelang tidur bisuku

Lagu – lagu itupun mengingatkan bahwa aku pernah begitu mencintaimu

Kbm, 161111

Ngilu

Seketika itu seluruh sendi dalam tubuhmu kaku
Dihimpit ruang kamar,
Wajahmu memar biru

Dari setiap penjuru, dingin datang
Lalu sigap mencengkam, menyerang
Sakitnya menyala ke seluruh ruas tulang
Hingga ngilu mengerang

*

Cuaca berubah – ubah selalu, angin berlalu
Nyeri berkeretak tulang, bagai rumpunan bambu
Menahan beban kepala, tubuh, hati pilumu
Terasa itu begitu ngilu

*

Kau berdiri, walau goyah kaki
Walau tulangmu pedih peri
( sepertinya digigiti dingin pagi )
Namun kau bangun berdiri

Jangan takut ! Berlarilah !
Dalam gegap gelap kabut, menghilanglah !
Ngeri itu cuma kiasan, bagi penyakit menahun yang musti kau tahan

Jangan takut ! Ber-apilah !
Memar di tulangmu, tak acuhlah !
Angin, pergilah !

Kbm, 161111

Sunday, October 30, 2011

Tiba - Tiba Hujan Datang

Tiba - tiba gelap mendung datang
Sesegera harus aku nyalakan
lampu penerang
Sebelum kilat datang bersama dingin hujan

aku sendirian

Kalau waktu itu aku tak mengenalmu
mungkin aku tak perlu menyesal dalam - dalam
Sebab, segala hari tentang engkau dan aku
masih sering muncul berbentuk gumam
(pada saat seperti itu biasanya datang hujan)

Lalu aku akan sembunyi,
di gelap mendung hari
Dan aku yakin kau pasti hanya melihat keluar
jendela
menatap kelebat air yang membawa semua
kesedihanku dideras deraunya

Tiba - tiba hujan datang
Deras
Aku kedinginan
Sendirian

smg, 301011

Thursday, October 13, 2011

Kabar Dari Lapangan Voli

kepada: nomer 2

Jadi begitulah,
Pertemuanku dengan bulat bola,
sampai juga ke bulat matamu.
Matamu hitam ungu.

Tanganmu melambai.
Smash-mu yang jatuh tajam ke bidang lawan,
jatuh pula tepat di bidang dadaku,
di merah jantungku.
( tajam merah seperti senyummu simpul )

Jadi beginilah,
pertandingan sore itu seperti pindah
ke dalam tubuhku. Menggemuruh. Sorak Sorai.
Sepertinya riang tawamu pun ikut masuk,
tubuhku semakin ramai.

Dari sisi lapangan pertandingan,
aku menunggu juga di sisi hatimu.

kbm, 131011

Thursday, October 6, 2011

Gigil

Kedinginan,
gigil ini menyebar ke penjuru dinding - dinding kamar
Hatimu berkakuan beku
Cahaya bulan dilahapi waktu

Sampai saat ini,
belumlah hilang satu perih luka,
berdiri sendirian di ujung kamarmu,
kedinginan..

Dalam dingin yang menjelma burung hantu,
terbang menabraki mati
Matanya putih pasi ( sepucat mata puisi )
Kau akan bertahan. Kau musti bertahan !
Karena ini hari jumat, betul keramat !
Harus kau nyalakan unggun api ini,
atau nanti kau digigiti dingin pagi

kbm, 131011

Tuesday, October 4, 2011

Demam

Sepanjang sore angin begitu pilu
Sepanjang sore itu tubuhmu dingin beku

Kau tampak kurus kuyu
Sembab terpilin dalam berlembar - lembar pola selimut
Dan seketika itu angin mulai berlagu
Tentang hujan serta pertemuannya dengan laut

Lalu mendung datang ( mendung juga pilu )
Angin kembali bertiup, kali ini menebalkan dingin kamarmu
"Oh hujan, aku berharap kau cepat sampai kembali ke laut!"
Dalam dingin kau mengigau
mengigau..

*

Sepanjang malam lagu hujan berputar
Sepanjang malam itu tubuhmu panas gemetar

Kau terlihat begitu letih
Menghadapi demam dan selimut - selimut itu sendirian hanya
Berteman lampu dan lagu sedih
Sambil membayangkan kamarmu bakal penuh cahaya

Namun suhu tubuhmu naik belum berhenti
Menghalangi redup di matamu, kali ini kamarmu menjadi panas tinggi
"Oh caya, mata inderaku selalu ingin kau datang kembali!
Dalam panas mimpi kau memburai
terburai..

kbm, 051011

Friday, August 12, 2011

Bianglala

Musik kelam pelan mengiringi fragmen kehilangan

Aku bertahan dicerabut kenangan

Terpiuh mata sendiri, telinga sendiri, rasa hati sendiri

Aku belajar berdiri di riuh kepung api

Smg, 130811

Monday, July 25, 2011

Hari Ini, Setahun Kemarin

:DA

Beberapa butir pasir dan jernih air
menciptakan senyum di manis ronamu, di manik matamu
Kita menangkap diorama cahaya sore itu
kemudian menyimpannya dalam bingkai waktu, jingga ungu

Hari ini, setahun kemarin
Dalam perjalanan menyusur panjang ramah pantai
aku ingat bagaimana tanganmu yang gemetar
kau lingkarkan di bahuku
Isyarat yang selalu ku tangkap sebagai lagu tentang rasa rindu,
sebagai peluk hangatmu
sehangat sinar yang berhasil kita peram dalam teduh mata kita
Lalu kurengkuh gemetar tubuhmu diatas geletar ombak
Kau mengangguk
Aku tersenyum kecil
saat angin menerbangkan ingatan, agar pasir mencatat nama kita di dalam desirnya

Sore itu, setahun kemarin
Dalam rembang senja
Dalam panjang luas pantai kita
kita sepakat menamakan perjalanan itu sebagai: Cinta
terimakasih cahayaa

smg, 250711

Monday, July 11, 2011

Insomnia #2

Ia kepayahan saat mencoba menarik
selembar selimut ke lingkar badannya.
Berusaha menutup-nutupi matanya dari serbuan
sinar lampu yang menusuk-nusuk, mengusir kantuk.

Ia menderita insomnia, sebab ia pikir
mimpinya selalu hadir terlalu pagi.
Saat bangun, saat bekerja.
Saat menonton televisi.
Saat dalam perjalanan pulang.
Saat bertemu kekasihnya yang dulu,
yang dia kecewakan dulu.
Dia selalu merasa bermimpi,
dalam setiap bangun pagi.

Ah, seandainya dia tahu kalau seharusnya dia minum kopi
seraya melarutkan mimpi-mimpi dalam gelas bergambar tim sepakbola favoritnya.
"Putarlah ! Aduklah beberapa kali
hingga gelas itu menyala, pertanda kopi dan mimpi telah larut sempurna"
"Lalu reguklah !"
"Sampai kau sadar bahwa saat ini sudah malam hari,
saat kekasihmu itu hanya dapat muncul dalam mimpi !"

kbm, 110711

Saturday, July 9, 2011

Aku Ingin Berjalan 150 Meter ke Utara

:cahayaa

Aku mencintaimu,
dalam beku suara dan pedih mata
dalam pucat pagi dan bisu sepi
dalam gersik rumput dan lindap maut
aku mencintaimu..

Aku merindukanmu,
dari riuh tawa dan sembab mata
dari hangat peluk dan hening ajuk
dari tatap haru dan kecup bibirmu
aku merindukanmu..

Aku sungguh ingin berjalan 150 meter ke utara
menyusuri lorong lama muasal segala cerita kita
namun lorong gelap itu, semakin menggelap saja
dan dari dalam jarak 150 meter itu,
terhisap semua nada, terserap segala bahasa
hingga aku tak lagi mampu mengirim suara, merapal lagi kata:
"Aku mencintaimu,
Aku merindukanmu, cahayaa !
Sungguh !!"

smg, 090711

Friday, July 1, 2011

Relikui

:cahayaa

/I/
Tidak ada yang samar sekarang
hanya ada aku dan kamar
Lalu kau mengintip dari sebalik jendela, yang separuh terbuka
aku bisa tahu, sebab kau membawa cahayaa didalam hitam matamu
kemudian kamarku semakin terang, semakin benderang
Maukah kau masuk ?
Sudikah kau sinari redup kantuk ?
Di kamar kurus kering ini,
aku meramal cuaca sendiri !
Menebak raut muka matahari,
aku namun perlu cahayaa disini !

/II/
Aku musti berterimakasih kepadamu sekarang
kepada cahayaa disudut matamu terang
kamarku kerlip benderang
Karena matahari meninggi, kau musti redup kembali
Demi cahayaa mu yang melangkah pergi,
aku bakal berjanji mengejar itu matahari !

kbm, 010711

Monday, June 13, 2011

Pucat

Terang itu sebenarnya abu - abu
Mungkin itu segamping batu
Mungkin debu, mungkin sepatu yang musti kau pakai tiap hari minggu
Atau mungkin cuma lagu yang selalu berputar di ujung malam harimu ?
(Lagu itu lagu yang memburu mimpi - mimpi burukmu)

Kau harus selalu tahu bagaimana muka langit berubah - ubah
Namun hanya mendung yang perlu kau cemaskan
bila kau alpa membawa sebilah payung atau mantel palstik palsu
Sebab kau tak pernah hafal bagaimana merapal mantra penolak hujan, bukan ?
Dan kau tak tahu bukan, bagaimana terang muka matahari
yang berubah putih pasi
saat harus menyinari segamping batu di telapak sepatumu ?
(pada pucat hari minggu)

*

Dengan suhu tubuh yang tinggi
Wajahmu putih mutih seperti kuah kari
Lalu tubuhmu akan berpilin dengan berlembar - lembar selimut
Dan dalam kalibut cuaca kau mulai hanyut
Entah
Pada musim semi ?
atau di akhir bulan Mei ?

kbm, 130611

Monday, June 6, 2011

Malam Dan Laut

Hanya laut, hanya kepada laut
akan kukirim sekam hitam noda hatiku
bekas terbakar nyala api mahabiru
cintamu yang sedan sendu, nona.

Hanya karang, hanya kepada karang
akan ku remukkan keras ingatan
nun padat mengerak didasar lubuk kepala,
di pelupuk mata
kenangan birumu, nona.

Sepertinya malam tak pernah paham perangai ombak
bagaimana ia tenang, bagaimana ia bergejolak
Namun malam, hanya kepada malam
angin bakal mengutuk semua ingatan yang subur tumbuh dimimpi ku
Dan ombak, hanya kepada ombak
akan mulai kularung hanyutkan mimpi - mimpi buruk
perahu - perahu sibuk pembawa kantuk diujung tidur lelapmu, nona.

smg-kbm, 030611

Musim Gugur

Musim gugur mulai tiba, namun serangkai bunga dandelion di tepi Alabama akan tinggal sementara waktu untuk menunggu hembus terakhir angin penghujung musim pulang kembali ke rumahnya di kehangatan utara.

Serombongan belalang resah melihat perangai angin yang semakin lama semakin tak bersahabat sebab mereka belum merasa puas mengarung jelajahi taman musim semi, namun musim sudah terlanjur gugur dan perlahan kembali bertiup ke utara menjadi jalan pulang bagi cuaca.

Musim gugur tahu, bahwa dandelion akan berjaga sepanjang waktu hingga kelopak terakhir mereka beriring pulang tertiup hembus hangat angin dari utara.

Para belalang ragu, cuaca semakin gugur manakala mereka harus pulang beriring musim dan waktu sementara angin semakin utara berhembus hangat bersama sahabat dandelionnya.

Musim gugur mulai tiba, saat kelopak-kelopak angin utara terhembus hangat oleh dandelion terakhir di padang ilalang belalang di tepi Alabama.

kbm, 010611

Sunday, May 29, 2011

Akan Tetap Seperti Itu Aku Mencintaimu

:eya

Aku terus berlatih menatap gambarmu
jadi jika suatu saat engkau sempat
mengirimkan selengkung senyum, aku sudah tak perlu lagi
mengukur jarak antara geletar dadaku, dengan manis aroma tepi pipimu
Kau tak pernah mengenakan gincu apapun,
atau parfum apapun. Kau tak perlu mengenakan
gaun katun atau sepatu merah marun,
sebab di matamu aku bisa menangkap
berbagai cahaya berbagai warna,
bahkan yang belum bernama sekalipun.

Kau tau? dalam waktu tujuh tahun tujuh malam
aku telah terserang racun yang kau semaikan
di padang ilalang hijau, luas dadaku.
Sehingga aku harus selalu mabuk kepayang saat berusaha memburu
sekelumit bayangmu. kau memaksaku menjadi pemburu
yang tersesat, jauh ke hutan hikayat.
Dengan hikmat kususuri punggung misteri dan rimbun
untai rambutmu, sampai jatuh aku ke serasah basah
tanda mata air dari air matamu.

Terang
Oh, betapa kau lihat benderang itu milikmu.
Seperti semua nyala lampu di alun - alun Reykjavik
mengantarkan apinya bagimu, menghidupkanmu.
Lalu dengan sekelumit senyum, kau kirim
cahaya - cahaya lampu itu melalui tepi pipimu yang begitu merah muda.
Kau tak lupa kan kalau aku ini pemburu?
Pemburu yang terlanjur mabuk kepayang mencecap
aroma manis bisa perawan.

Bila saja kau tak terbit pagi ini,
namamu tetap mentary,
dan akan tetap seperti itu aku mencintaimu.

kbm, 290511

Thursday, May 26, 2011

Insomnia

Tancapkan sebilah tajam pisau ke dadaku saat ini juga !
atau aku harus terbunuh badai air mata
dan kau musti basah kuyup menguburku di tepi kota Roma
*
Tenggelamkan (atau jatuhkan) aku ke kedalaman Bermuda saat ini juga!
atau aku akan hangus terbakar seluruh cintamu yang nyala
dan kau akan tertawa, saat angin utara menggiring jasad abuku kelana menuju Bratislava

kbm, 250511

Kota Burung Hantu

:M. Ayub (kupenuhi requestmu. . :D )

Tangannya seperti mengepal kearah langit malam minggu, sambil kemudian ia berseru: "Ledakan kota ini, karena sebentar lagi aku akan singgah ke Tokyo!"
Dalam gegap itu, ia yang sejak dulu belum pernah bertanam bunga pun berteman rumpun kana, tiba - tiba menarik selimut seluas bentang sajadah kearah kami, melingkarkannya ke kerumun kami.
Kami ikut tertawa, saat matanya yang hitam legam ia timbul tenggelamkan, lembung lengkungkan, seraya menyigi keripik kentang dan sebotol pepsi soda.

Kami merobohkan dinding jemu, malam minggu itu.
ia yang selalu mahir baris berbaris dan membaca bujur garis, memimpin pasukan kami.
Tangannya mengepal paling tinggi di langit malam hari.
Dan setelah beberapa jengkal tawa, ia sekali lagi berseru:
"Terimakasih jagung yang agung, setelah kau terebus, lapar kami akhirnya terhunus!
Terimakasih rumput yang maha hijau, kau sudah membangunkan untuk kami taman yang serupa megahnya seperti taman di Babylonia!"

Lalu pertempuran kami tamat, setelah malam benar - benar mulai mengeluh lelah kepada nyala lampu di taman itu, arena perang kami. Kami berlalu, kami berpamitan kepadanya supaya kereta mesinnya lancar mengantarkan ia mengadu ke rumah ibu lagi. Untuk mulai bersiap melanjutkan perang dengan kantuk, seterunya yang abadi.

kbm, 240511

Tuesday, May 17, 2011

Berburu

Baiklah
Kali ini aku akan melepaskanmu
Karena sorot tajam mata itu telah
memburuku selama berminggu - minggu
(seingatku itu bermula pada februari lalu)

Dan dengan segenap runcing kuku,
runcing taring perunggu dan bola mata ungu
(kumpulan senjata paling berbahaya ada padamu !)
Kau petakan waktu ke dalam otakku
Kemudian kau menjelajah ke luas dadaku
dada remaja yang telah menghimpun luas dosa
Menampung sekolam air mata
Tepat disana, tepat di rongga dada itu
kau tebarkan tiga ekor berudu muda
Supaya lebih leluasa melumpuhkan hatiku,
memadamkan merah jantungku

Dihangat bilik dada, ketiga berudu itu belajar cara menipu
Mereka cerdik sekali ketika mengarang cerita rancu
Tentang api mahabiru yang tumbuh menyala disekelilingmu
Namun, kau sungguh tak pernah menyadari
bahwa mereka hanya akan hidup tiga purnama saja
lalu mereka mati, hancur sendiri (di akhir april lalu)

Baiklah
kali ini akan kubiarkan kau membuangku
Sebab aku manis yang benar - benar telah alah oleh sepah
Dan kantung mataku benar - benar sudah penuh jelaga
Sembab oleh airmata
Karena itu pergilah
Piuh sendiri laparmu
Mangsa sendiri buruan baru
(jadilah singa, jadilah serigala)
Sebab kau memang tak pernah tahu,
Bagaimana namamu terpahat di sebuah batu
Hijau
Jutaan tahun lalu

kbm, 190511

Friday, May 13, 2011

Petir !

Kini kau tak percaya pada nasib buruk
Sebab sepanjang perjalanan kau selalu mengantuk
Dan di dengkur tidurmu kau terus bergumam: Petir ! Petir !
( Dalam cuaca yang kalut, kau basah kuyup )
Namun hujan angin urung menelanjangi tubuhmu yang licin,
yang terlanjur dingin

Lewat gemuruh cuaca, kau belajar membaca kitab - kitab tua
menelaah makna, menelisik sekumpulan mendung
yang membawa serta garam ( serta sisa pepat udara )
Ke atas ranjangmu,
ke dalam riuh dengkurmu

Di gigil dingin itu kau menanti akhir cerita
Sedepa demi sedepa
Bila kau mau, bisa saja kami bawakan kilat terlesat
agar kau cepat sampai disana ?
Tapi berhati - hati lah pada sengat nakalnya
yang kadang susah ditaklukan, namun bermanfaat juga
Supaya kau tak pernah lepas dari ikatan dengan kitab - kitab tua mu
Supaya yang kau sigi dapat berguna,
kelak suatu pagi, di kemudian hari

Di ujung subuh yang basah itu kau menanti akhir cerita bahagia
Sebab kau percaya bahwa nasib buruk itu memang tak ada !

kbm, 130511
.

Tuesday, April 26, 2011

Di Gilimanuk

Di hiruk pikuk Gilimanuk
Arus selat Bali sibuk mengantarkan kapal-kapal fery pulang pergi
Mengantarkan kabar, cerita dan janji
Bali – Jawa – kembali ke Bali lagi

Betapa benci kami kepada pelabuhan !
Seperti benci kami pada perpisahan
Yang tak pernah kami yakini kapan akan kembali terjadi pertemuan
Kapan lagi kami menulis cerita tentang kisah sebuah perjalanan ?
Kapan kami akan berjanji,
Kepada tenang gelombang Gilimanuk lagi ?
Kapan arus selat ini akan menyeberangkan kami kembali ?
Ke Bali

Gilimanuk – Ketapang, 240411

Perjalanan

Rupa arca batu menjelma hatimu
Yang senantiasa sendu, senantiasa bisu
Mungkin butuh sebuah upacara, atau sesaji khusus bila hendak mendekat
Harus ku bakarkan tujuh rupa dupa yang meruapkan seribu wangi bau cahaya
Lalu dalam hening sembahyang itu engkau akan berlalu,
menyeberangkan hatiku kembali ke tanah jawa

Di desir bibir pantai kuta,
desir dadaku seperti ingin menyatu dengan sukma Bali
Sukma jernih buih ombak biru laut dan putih pasir pesisir
Sukma serupa seperti sukma mu yang misteri
Yang membawa seribu hati ombang-ambing di tepi pantai
Bukan kuta, bukan sanur, pun dreamland
Namun pantai mu
Di biru hatimu

Di puncak
Rancak tetarian Kecak menghentak
Mengusik ragu hati pilu sunyi
Bisu patung Wisnu yang moksa tembaga,
menatap pelatarannya kembali ramai oleh sendratari
Dan, sepertinya aku sempat menangkap sorot mata sang garuda
Sorot serupa yang pernah ku temukan di matamu
Sorot teduh biru, mata anggun ungu
Kau tancapkan mantap di lubuk dada ku jutaan tahun lalu
Sementara jasad ku, kau kutuk kedalam gelap abu
Namun benarlah bahwa cerita tentang mu itu memang rahasia
Selalu lesap dalam ruap dupa cahaya
Selalu hanyut mengalir di desir gelombang sore pantai kuta

Bali, 240411

Thursday, April 14, 2011

Suluh April

:æ„›

Ada lagu yang ingin ku ucap beberapa ribu tahun lalu
Di dalam gua tua di hening hatimu
Endapan huruf dan kalimat-kalimat purba itu
Nampak kuyu, lelah tidur terperam oleh musim dan waktu
Anfal juga didera pucat lengkung batu

Pada dengung nyala lampu, kau telah melukis pagi, melukis
Usang samar mimpi, serta suluh-suluh rindu
Suluh biru yang terbit di sela rimbun matahari
Peta apa yang harus ku cerna agar aku sampai ke tepi mimpimu, nona ?
Isyarat mana dalam matamu yang harus ku baca, harus ku raba ?
Tapi isyarat terlalu terhalang tinggi tebing punggung belia
Absurd sepertinya saat memetakan simbol-simbol yang semakin rahasia
Semakin purba, semakin jingga berjentera fosil tua
Akan engkau lupakan sajakah aku, nona ?
Ringkasan sejarah hitam lebam pualam, atau..
Ingatkah engkau tentang April yang terus saja kutanyakan ?

Kbm-Smg, 150411

Tuesday, April 12, 2011

Memar Biru

Dari dalam memar biru di pelupuk mataku
Kutemukan ribuan nyala lampu
Yang mengubur cahaya-cahaya tua renta
Hingga tampak warnanya merah jingga

Tak jelas pula asal usul itu memar biru
Sebab semalam bintang tak nampak jatuh disitu
Tak nampak se-rasi pun nebula atau mungkin saja orion
Cuma ada beberapa memori dan rekaman-rekaman peristiwa
Adegan pilu

Di pelupuk mataku, kini tumbuh jelaga
Lebam, legam, sakit tua
Dan harum sedap pula baunya
Seperti harum ramu masakan ibu
Masakan pelahap waktu
:Tolong, sampaikan pada ibu,
aku terpaksa tak bisa pulang,
karena aku harus menyelesaikan kenangan-kenangan sepi itu
maaf ibu

Memar biru di pelupuk mataku
Memaksa masuk ke dalam relung mimpi tidur malamku !!

kbm, 100411

Thursday, April 7, 2011

Kepada: Sekantung Rindu

:Jangan pernah berpaling dari cinta yang ada... Berani mencinta siap terluka & sedih...
æ„›

bagai akan musnah segala rupa, dari uratku yg nadi
arus sungai itu mengirim deras hujan kedalam hati
berkelok, beriak ke hulu ke semak tak tepi
mengantar gelepar getar ngilu nurani

kau
adalah wanita tentang kata-kata
tentang semua teka-teki
dan yang menyigi semua sore dan pagi
dapatkah engkau membalas jawab dari tanya ku ini ?
yang telah lucah tak bertuan ini
(aku memanggil diriku sendiri dengan sebutan "karma" atau "samsara")

dapatkah engkau membalas jawab dari tanyaku ?
agar jelas sudah siapa pemilik sebenarnya sekantung penuh rindu
seuntai lindap waktu

kau
adalah pembawa api mahabiru
cinta yang sedan sendu
menjaga angin barat daya tetap bertiup berperahu

aku
adalah sekelindan nadi yang beku, pencari api mahabiru
tak akan berpaling ku dari semua buluh-buluh rindu
walau tercerabut, walau luka dan sedih pilu
aku akan mencarimu

smg, 050411

Saturday, March 5, 2011

Nada Yang Terlampau Sepi

:aishiteru

Ragu kau mengangkat telepon
" Aku kehabisan nada dering " pikirmu
Waktu pun masih menunjukan pukul 6.20

Sepertinya memang suara dering yang barusan itu hanya terdengar selayaknya rintihan
Seperti gumam sepi yang masih berusaha kau isi
Dan dari dalam bilik matamu itu, malam masih tertinggal disana
Masih mencoba mendinginkan hangat suara
:Oh, ternyata sedari tadi, malam yang mencuri dering nada !

Aku ingin membangunkanmu
Menyeretmu keluar dari mimpi dan igau
Kau tahu ?
Sedari semalam aku terus membisu
Gelap malam mengajakku beradu nada dering-nada dering palsu
Kau tahu ?
Setelah malam menua dan pagi meninggi
Aku merasa semakin kehilangan hangat dering nada tubuhmu

kbm, 040311
06.41

Thursday, March 3, 2011

Seakan Pagi Dan Malam Abadi

:...seakan pagi dan malam abadi
(aishiteru)

Kemana aku harus menemukan pagi ?
Bila suatu saat nanti malam menjadi terlalu abadi
Dan yang sempat kau catat hanya sungut muka matahari ?
Jalan setapak itu, jalan berbatu itu..
Penuh sisa perkelahian malam dengan umurnya sendiri
Jalan yang biasa kau lalui, menuju lelap suara
Menuju rasa kantuk senja ( rasa ngilu tersebab sembab air mata )
Namun, seberapa rentakah malam mampu menemani dengkur tidurmu, Nona ?

*

Kemana aku harus menemukan malam ?
Bila suatu hari nanti pagi terlalu lama menjadi abadi
Dan engkau tak sempat mencatat berapa lama sudah hujan menggenangi danau di bening matamu
Jalan setapak itu, jalan rumput di tepi sungai itu
Senantiasa kau susuri, kau raba-raba sendiri
Jalan menuju kebun lebat warna-warni bunga
Kebun hangat warna-warni cahaya
( Rupa warna matahari, jalan setapak yang sepi )
Oh, seberapa tua pagi akan menjadi penunjuk jalanmu, Nona ?

smg, 270211

Thursday, February 24, 2011

Lanskap Waktu

yang tak sempat kau catat itu adalah waktu.
sejarah yang berulang-ulang, yang selalu sungsang diujung kepalamu.

yang tak sempat kau baca itu adalah pagi.
kitab-kitab yang kau sigi, rotasi matahari, lintang bujur lanskap bumi.

Friday, February 18, 2011

Pada Suatu Malam Yang Lain, Bulan Akan Datang Lagi Untukmu

#tapi setangkai ilalang memanahnya,
hingga bulanku jatuh dan berderai-derai


/1/
Kebencianmu pada ilalang itu mengalahkan ketakutanku kepada hujan
pada riap derap dentumnya saat bertemu bumi
riap derap yang menembus gigil dingin malam hari
dan dengan gemuruh dentum itu, seolah ia bercerita sesuatu tentang pertemuan kecilnya dengan bulan
bulan yg dihinggapi rasa khawatir dan getir
dan yang telah berjatuhan airmatanya baru saja
selepas ilalang busuk itu tepat memanah memar lukanya

/2/
Hujan hampir selesai menghabiskan titik airmata-airmata bulan
mengeringkan raut muka malam
seraya merapat kepadaku, ia kembali melanjutkan cerita :
"Pada suatu malam yang terang, bulan akan datang lagi
akan menyatukan hati, mengutuhkan mimpi
mengutuk sunyi² serta lembab dingin sepi.
Pada suatu malam yang lain, bulan akan datang lagi untukmu"

Smg, 190211

Friday, January 7, 2011

Balada Kertas

Aku hanya menerka darimana kertas berasal
tepian hutankah ?
ditempat yg sama nenek moyang kami bermuasal

*

aku juga bertanya, dimanakah secarik kertas untuk sajakmu ini tinggal ?
di batu, di sumur, di tanah ?
di hangat rahim ibu, atau di lubang tempat ruh mu nanti hijrah-kah ?

kbm, 050111