Tuesday, April 26, 2011

Di Gilimanuk

Di hiruk pikuk Gilimanuk
Arus selat Bali sibuk mengantarkan kapal-kapal fery pulang pergi
Mengantarkan kabar, cerita dan janji
Bali – Jawa – kembali ke Bali lagi

Betapa benci kami kepada pelabuhan !
Seperti benci kami pada perpisahan
Yang tak pernah kami yakini kapan akan kembali terjadi pertemuan
Kapan lagi kami menulis cerita tentang kisah sebuah perjalanan ?
Kapan kami akan berjanji,
Kepada tenang gelombang Gilimanuk lagi ?
Kapan arus selat ini akan menyeberangkan kami kembali ?
Ke Bali

Gilimanuk – Ketapang, 240411

Perjalanan

Rupa arca batu menjelma hatimu
Yang senantiasa sendu, senantiasa bisu
Mungkin butuh sebuah upacara, atau sesaji khusus bila hendak mendekat
Harus ku bakarkan tujuh rupa dupa yang meruapkan seribu wangi bau cahaya
Lalu dalam hening sembahyang itu engkau akan berlalu,
menyeberangkan hatiku kembali ke tanah jawa

Di desir bibir pantai kuta,
desir dadaku seperti ingin menyatu dengan sukma Bali
Sukma jernih buih ombak biru laut dan putih pasir pesisir
Sukma serupa seperti sukma mu yang misteri
Yang membawa seribu hati ombang-ambing di tepi pantai
Bukan kuta, bukan sanur, pun dreamland
Namun pantai mu
Di biru hatimu

Di puncak
Rancak tetarian Kecak menghentak
Mengusik ragu hati pilu sunyi
Bisu patung Wisnu yang moksa tembaga,
menatap pelatarannya kembali ramai oleh sendratari
Dan, sepertinya aku sempat menangkap sorot mata sang garuda
Sorot serupa yang pernah ku temukan di matamu
Sorot teduh biru, mata anggun ungu
Kau tancapkan mantap di lubuk dada ku jutaan tahun lalu
Sementara jasad ku, kau kutuk kedalam gelap abu
Namun benarlah bahwa cerita tentang mu itu memang rahasia
Selalu lesap dalam ruap dupa cahaya
Selalu hanyut mengalir di desir gelombang sore pantai kuta

Bali, 240411

Thursday, April 14, 2011

Suluh April

:愛

Ada lagu yang ingin ku ucap beberapa ribu tahun lalu
Di dalam gua tua di hening hatimu
Endapan huruf dan kalimat-kalimat purba itu
Nampak kuyu, lelah tidur terperam oleh musim dan waktu
Anfal juga didera pucat lengkung batu

Pada dengung nyala lampu, kau telah melukis pagi, melukis
Usang samar mimpi, serta suluh-suluh rindu
Suluh biru yang terbit di sela rimbun matahari
Peta apa yang harus ku cerna agar aku sampai ke tepi mimpimu, nona ?
Isyarat mana dalam matamu yang harus ku baca, harus ku raba ?
Tapi isyarat terlalu terhalang tinggi tebing punggung belia
Absurd sepertinya saat memetakan simbol-simbol yang semakin rahasia
Semakin purba, semakin jingga berjentera fosil tua
Akan engkau lupakan sajakah aku, nona ?
Ringkasan sejarah hitam lebam pualam, atau..
Ingatkah engkau tentang April yang terus saja kutanyakan ?

Kbm-Smg, 150411

Tuesday, April 12, 2011

Memar Biru

Dari dalam memar biru di pelupuk mataku
Kutemukan ribuan nyala lampu
Yang mengubur cahaya-cahaya tua renta
Hingga tampak warnanya merah jingga

Tak jelas pula asal usul itu memar biru
Sebab semalam bintang tak nampak jatuh disitu
Tak nampak se-rasi pun nebula atau mungkin saja orion
Cuma ada beberapa memori dan rekaman-rekaman peristiwa
Adegan pilu

Di pelupuk mataku, kini tumbuh jelaga
Lebam, legam, sakit tua
Dan harum sedap pula baunya
Seperti harum ramu masakan ibu
Masakan pelahap waktu
:Tolong, sampaikan pada ibu,
aku terpaksa tak bisa pulang,
karena aku harus menyelesaikan kenangan-kenangan sepi itu
maaf ibu

Memar biru di pelupuk mataku
Memaksa masuk ke dalam relung mimpi tidur malamku !!

kbm, 100411

Thursday, April 7, 2011

Kepada: Sekantung Rindu

:Jangan pernah berpaling dari cinta yang ada... Berani mencinta siap terluka & sedih...


bagai akan musnah segala rupa, dari uratku yg nadi
arus sungai itu mengirim deras hujan kedalam hati
berkelok, beriak ke hulu ke semak tak tepi
mengantar gelepar getar ngilu nurani

kau
adalah wanita tentang kata-kata
tentang semua teka-teki
dan yang menyigi semua sore dan pagi
dapatkah engkau membalas jawab dari tanya ku ini ?
yang telah lucah tak bertuan ini
(aku memanggil diriku sendiri dengan sebutan "karma" atau "samsara")

dapatkah engkau membalas jawab dari tanyaku ?
agar jelas sudah siapa pemilik sebenarnya sekantung penuh rindu
seuntai lindap waktu

kau
adalah pembawa api mahabiru
cinta yang sedan sendu
menjaga angin barat daya tetap bertiup berperahu

aku
adalah sekelindan nadi yang beku, pencari api mahabiru
tak akan berpaling ku dari semua buluh-buluh rindu
walau tercerabut, walau luka dan sedih pilu
aku akan mencarimu

smg, 050411