Ku sandarkan seluruh sauh kepada Pemilik Lautan, agar meskipun badai belum jua reda, aku bakal tetap mampu bertahan pada geladak yang harus terus ku jaga. Hempasan dan sapuan gelombang terus menghantam lambung kapal, mengirim bergalon-liter air samudera menggenangi tempat ku dan seluruh penghuni kapal kini berdiri. Kami terus ikhlas dalam gempuran ombak ini.
Pada geladak kapal tersebut seluruh harapan tertanam, bagai biji pohon Cemara, tumbuh kuncup dalam deru mendung yang gelap bertahun-tahun. Namun selalu ku jaga dia agar mampu membesar menjulang hingga menggapai ujung tiang bendera (yang kini patah pucuknya).
Kemudian ku pandang lagi seluruh muka penghuni kapal ini: begitu lelah dan sayu seperti tak cukup tidur, terus menerus terjaga dan mengucap doa-doa baik supaya badai ini segera berhenti. Mereka pun memandangiku: muka kapten kapal yang tak lebih sayu dan mengantuk, berusaha merengkuh erat mereka semua dalam sebuah peluk sepanjang malam.
Sebuah hangat pelukan. Sebuah harapan yang tak berhenti ku panjatkan: semoga kelak kapal kami dapat kembali berlayar ke cakrawala di kejauhan.
kry, 210224
No comments:
Post a Comment